IKN-Jakarta – Dalam komitmennya mendorong terciptanya ruang aman dan bebas dari kekerasan bagi generasi muda, Korps HMI-Wati Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (KOHATI PB HMI) periode 2024-2026 menginisiasi kegiatan bertajuk “Sosialisasi dan Edukasi Pencegahan Tindak Kekerasan Seksual di Lingkungan Sekolah”, yang diselenggarakan di SMK Al-Khairiyah Bahari, Jakarta pada rabu (18/06/25).
Kegiatan ini di hadiri oleh Ketua Umum KOHATI PB HMI, Sri Meisista, bersama Ketua Bidang Kajian dan Advokasi KOHATI PB HMI, Masnia Ahmad, Ketua Bidang Kewirausahaan dan Ekonomi Kreatif KOHATI PB HMI, Wahyu Ningati sebagai narasumber utama dan Fungsionaris KOHATI PB HMI yang hadir. Dalam diskusi yang berlangsung interaktif bersama para murid dan tenaga pendidik, para pemateri membedah secara komprehensif mengenai urgensi kesadaran kolektif dalam mencegah kekerasan seksual serta memperkenalkan pendekatan berbasis edukasi, perlindungan hukum, dan budaya organisasi yang berperspektif gender.
“Upaya pencegahan kekerasan seksual bukan hanya soal penindakan setelah kejadian, namun lebih pada pembentukan sistem dan budaya yang menjamin keamanan psikologis serta fisik seluruh warga sekolah. Di sinilah peran pendidikan menjadi strategis", ujar Sri Meisista dalam pemaparannya.
Sementara itu, Masnia Ahmad menyoroti pentingnya memperkuat literasi hukum dan pemahaman etika relasi antarpersonal di kalangan pelajar. Ia menekankan bahwa pelajar bukan hanya objek perlindungan, tetapi harus didorong menjadi subjek perubahan sosial. “Pendidikan yang berpihak pada korban, berpijak pada keadilan, dan mendorong pelibatan aktif peserta didik merupakan kunci utama dalam membangun ekosistem pendidikan yang beradab”, ungkap Masnia.
Wahyu Ningati menyoroti bahwa kekerasan seksual kerap terjadi karena relasi kuasa yang tidak seimbang. “Anak muda perlu dibekali kesadaran kritis agar berani bersuara dan tidak tunduk pada budaya diam”, jelasnya singkat.
Selanjutnya, Rifda mengingatkan bahwa dampak kekerasan seksual juga menggerus aspek kesehatan mental. “Pemulihan psikologis korban harus menjadi perhatian utama, karena luka batin sering kali lebih dalam dari luka fisik", ujarnya.
Program ini merupakan bagian dari rangkaian kerja bidang Kajian dan Advokasi KOHATI PB HMI yang secara konsisten berikhtiar mewujudkan ruang-ruang aman, inklusif, dan berkeadilan gender, khususnya di lingkup pendidikan. Harapannya, kegiatan ini tidak hanya menjadi agenda seremonial, melainkan dapat menggugah kesadaran institusional dan menjadi model replikasi di sekolah-sekolah lain di berbagai daerah. (SP)
0Komentar