GpGiTSWiBSCpBSA6BSriTfdoGd==
Light Dark
H. La Nyong, S.Sos (Anggota Komisi III DPRD Maluku) Hadir Sebagai Narasumber Dialog Bacarita Maluku

H. La Nyong, S.Sos (Anggota Komisi III DPRD Maluku) Hadir Sebagai Narasumber Dialog Bacarita Maluku

×

IKN-Ambon – La Nyong menyebutkan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku menjadi dasar membangun wilayah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Provinsi Maluku, sebagai daerah kepulauan, tentunya memiliki kendala yang kompleks dalam mendorong pembangunan yang integratif. Pembangunan Maluku harus mengejawantahkan gagasan gugus pulau yang berbasis interkonektivitas. Hal ini sangat penting dalam mewujudkan keadilan aksesibilitas masyarakat, peningkatan pembangunan sarana pelayanan publik dan mendorong pelaksanaan pembangunan lining sektor, baik sarana umum, kawasan industri dan terpenting adalah membuka akses keterisolasian masyarakat dengan tujuan agar kegiatan perekonomian berjalan.

Industri dan pendidikan serta kesehatan dapat diakses masyarakat dari desa ke kota kecamatan, kabupaten, kota hingga provinsi, dalam mendukung kebijakan daerah yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2025-2045 Pemerintah Provinsi Maluku, maka DPRD melalui Komisi III telah menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang pembiayaan infrastuktur tahun jamak. Ini merupakan Ranperda inisiatif Komisi III yang memahami situasi fiskal dan keuangan daerah pasca ditetapkannya Inpres Nomor 1 tahun 2025 tentang Efisiensi APBN dan APBD.

Menurut La Nyong Kebijakan Pemerintah Pusat untuk melaksanakan efisiensi keuangan daerah sangat berdampak pada pelaksanaan pemerintahan daerah di Provinsi Maluku. Dalam kebijakan efisiensi, banyak kegiatan pembangunan fisik untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dihilangkan. Disisi lain, Maluku yang hanya berharap pada dana transfer. Sehingga kepentingan pembangunan untuk masyarakat tak bisa diwujudkan akibat dari beban pembangunan yang semuanya diserahkan kepusat. Konsep pembangunan daerah tidak serta merta hanya menitikberatkan pada kuantitas pembangunan sarana dan prasarana, tetapi substansi pembangunan daerah tercermin pada kualitas hidup masyarakat.

Dalam beberapa pertemuan Komisi III secara teknis dalam merespons tuntutan pembangunan dan aksesibilitas bersama mitra kerja seperti Dinas PUBPJN dan BWS, Komisi III mendorong percepatan pembangunan dan peningkatan infrastruktur Pelayanan dasar pada beberapa Daerah di Maluku dalam mewujudkan kepentingan konektivitas dan arus distribusi perekonomian diantaranya:

  1. Jalan Mako-Kayeli Kabupaten Buru.
  2. Way Apo-Bara Kabupaten Buru.
  3. Peningkatan Pembangunan Jalan Buru-Buru Selatan.
  4. Jalan Lingkar Pulau Manipa Kabupaten SBB.
  5. Jalan lingkar Pulau Ambalau.
  6. Peningkatan Jalan di Seram Utara-Kobi.
  7. Pembangunan Jembatan yang menghubungkan daerah-daerah strategis di Seram Utara, Seram Barat, Seram Timur dan Kobi.

La Nyong menyampaikan Pembangunan peningkatan aksesibilitas yang menjadi konsen Komisi III adalah penambahan armada kapal penyeberangan yang menjangkau masyarakat pada pulau-pulau kecil dan terluar. Pembangunan dermaga dan terminal di Wilayah Seram, Tenggara Rayadan Pulau Buru. Pembangunan menjadi sangat vital dalam mengakselerasi kepentingan kesejahteraan masyarakat Maluku. Hal itu didasari pada pengembangan wilayah Provinsi Maluku yang berfokus pada sektor perikanan, pertanian, pariwisata, dan pertambangan dengan tujuan

La Nyong menekankan peningkatan perekonomian wilayah melalui pengembangan sistem keterkaitan kepentingan nasional berbasis mitigasi bencana. Artinya bahwa, sebagaimana yang diuraikan diatas, orientasi pembangunan nasional untuk meningkatkan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi daerah secara berkesinambungan. Untuk mewujudkan kebijakan sebagai sarana pengambilan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan maka, dibutuhkan langkah-langkah strategis seperti pengembangan infrastruktur, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia, serta promosi dan pemasaran produk-produk lokal secara berkala dan tidak sporadis. Sebagai wilayah kepulauan, laut menjadi market ekonomi pembangunan trans-Internasional.

Sektor perikanan Maluku menyumbang devisa yang potensial bagi Maluku. Zona penangkapan ikan di Maluku berkontribusi besar terhadap produksi perikanan nasional setiap tahunnya. Jika menggunakan logika agregat, maka perikanan Maluku berada pada urutan ke tiga potensi penghasil perikanan untuk kepentingan negara. Sementara Maluku, dalam memperoleh infrastruktur yang mendukung konsep blue economy atau pembangunan dari laut sangat terbatas. Industri perikanan Maluku masih di monopoli oleh Perikanan nasional dan korporat. Lemahnya, infrastruktur pembangunan untuk mendukung industri perikanan menjadikan daerah yang kaya akan potensi laut ini justeru memahami laut sebagai kutukan’ yang setiap tahun memakan korban akibat terbatasnya sarana transportasi laut yang memadai.

Menurut La Nyong selain sektor industri perikanan, Maluku juga memiliki kawasan potensi Pertambangan minerba, Emas dan Migas. Potensi ini, harus mendapat perhatian serius dari komponen masyarakat Maluku, baik elemen civil society, Politisi, akademisi, birokrat dan terutama Maluku dan kepala daerah 11 kabupaten/kota. Maluku harus punya kekuatan bargaining secara politik ke Pempus. Jika sumber daya daerah ingin diketuk demi kepentingan ekonomi nasional, maka wajah pembangunan daerah dan masyarakat harus diperbaiki. Dalam kepentingan pembangunan sektor Industri, maka Pemerintah pusat menggelontorkan anggaran cukup besar pembangunan Maluku Integrated Port (MIP) di Waisarisa, Kabupaten SBB. Tentunya, ini adalah harapan bagi Maluku. Selain menjadi proyeksi untuk mendukung sektor Industri di Maluku, pembangunan nasional ini juga diharapkan menjadi pintu masuk menggolkan kepentingan daerah yakni adanya regulasi atau payung hukum terkait dengan kondisi Maluku sebagai daerah kepulauan. (ILM)

0Komentar