GpGiTSWiBSCpBSA6BSriTfdoGd==
Light Dark
“Dialog BACARITA Maluku : Pemotongan Dana Transfer Daerah, Maluku Jadi Korban?”

“Dialog BACARITA Maluku : Pemotongan Dana Transfer Daerah, Maluku Jadi Korban?”

×

IKN-Ambon – Abusagir Mahulette, Sekretaris Wilayah Keluarga Besar Pelaku Usaha Muslim (DPW KBPUM) Provinsi Maluku sekaligus founder komunitas Poskelerihu, menyampaikan apresiasi mendalam atas suksesnya kegiatan diskusi publik yang diselenggarakan Dewan Pimpinan Wilayah Keluarga Besar Pelaku Usaha Muslim (DPW KBPUM) Provinsi Maluku dengan dukungan penuh dari komunitas Poskelerihu dan para narasumber yang luar biasa. "Saya sampaikan ucapan terima kasih yang luar biasa dan terspektakuler kepada para narasumber yang merupakan tokoh-tokoh hebat Maluku," pungkasnya.

Diketahui, dialog BACARITA MALUKU: “Urgensi Pemotongan Dana Transfer Daerah (TKD) dan Dampak Terhadap Pembangunan Daerah Maluku” menghadirkan narasumber seperti Wahid Laitupa, S.Sos (Anggota Komisi I DPRD Provinsi Maluku), H. La Nyong, S.Sos (Anggota Komisi III DPRD Provinsi Maluku), Arman Kalean Lessy, M.Pd (Ketua DPD KNPI Maluku) dan Engelina Pattiasina, Dipl.Oekonom (Alumnus Universitas Germany). Menurut Mahulette, diskusi ini telah membuka ruang kritis yang sangat penting di tengah situasi fiskal yang mengkhawatirkan pada ahad (23/11/25) lalu.

Sagir menilai bahwa forum ini bukan hanya wadah bertukar pikiran, tetapi juga bentuk kepedulian kolektif terhadap masa depan Maluku. Ia menyoroti secara khusus pemangkasan Transfer Ke Daerah (TKD) yang dinilai sebagai kebijakan menyakitkan akibat formulasi Dana Alokasi Umum (DAU) yang selama ini belum adil. Formulasi tersebut hanya menitikberatkan pada jumlah penduduk dan luas wilayah daratan, tanpa mempertimbangkan kondisi geografis Maluku yang bercorak kepulauan, penuh keterisolasian dan memiliki biaya pembangunan yang secara struktural lebih tinggi.

Sagir menegaskan bahwa pendekatan penyamarataan ini akan mengabaikan realitas objektif wilayah. Ia mengaitkan kebijakan pemangkasan TKD dengan Teori Ketimpangan Struktural, yang menjelaskan bagaimana negara dapat secara tidak sadar memproduksi ketimpangan melalui kebijakan yang bias secara spasial di mana distribusi sumber daya cenderung menguntungkan pusat dan wilayah dominan, sementara daerah pinggiran semakin terpinggirkan. “Maluku berada pada posisi wilayah pinggiran dalam struktur ekonomi nasional. Pemotongan Dana Transfer Daerah justru memperkuat ketimpangan struktural itu sendiri,” tegas Sagir.

Secara teoritis, pemotongan TKD dapat dipandang sebagai tindakan yang memperdalam pemiskinan dan memperlebar jarak antara negara dan Maluku, baik secara sosial, ekonomi, maupun politik. Kebijakan ini tidak selaras dengan prinsip negara kepulauan, tidak sejalan dengan teori keadilan fiskal dan bahkan bertentangan dengan literatur pembangunan mengenai wilayah tertinggal. “Maluku sebelum pemotongan dana transfer saja sudah miskin dalam hal pembangunan, apalagi ketika dipangkas, maka tambah parah”, ucap sagir dengan nada prihatin.

Sagir kemudian mengutip pernyataan Wahid Laitupa: "Maluku dengan ratusan pulau tidak bisa diperlakukan sama dengan daerah daratan. Pemangkasan Dana Transfer ke Daerah berpotensi menghambat pelayanan publik di pulau-pulau terpencil. Perlu kolaborasi pemerintah daerah dan perwakilan Maluku di DPR RI serta pasal pengecualian dalam regulasi TKD agar pembangunan merata".

Sagir berharap hasil diskusi publik ini menjadi bahan advokasi yang serius dan berkelanjutan, sehingga suara Maluku dapat terdengar lebih kuat dalam penyusunan kebijakan fiskal nasional. Ia menegaskan bahwa DPW KBPUM Maluku dan komunitas Poskelerihu akan terus berdiri di garis depan bersama DPRD Provinsi Maluku dan Pemerintah daerah Provinsi Maluku untuk memastikan keadilan pembangunan bagi seluruh masyarakat Maluku. (IML)

0Komentar