IKN-Wajo – Dalam sambutannya saat pelantikan Pengurus Besar Ikatan Alumni PMII (PB IKA PMII), Muhaimin Iskandar menyatakan bahwa “Yang tumbuh dari bawah adalah PMII, bukan HMI.” Sebuah pernyataan yang bernuansa pengerdilan dan simplifikasi terhadap sejarah serta perjuangan panjang Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Para kader HMI, menyikapi pernyataan tersebut bukan dengan kemarahan, namun dengan kejernihan akal dan kematangan narasi. Pernyataan tersebut lebih mencerminkan kualitas personal sosok yang menyampaikannya, bukan realitas objektif yang layak diperdebatkan.
Respon Kritis terhadap Narasi yang Dibangun
1. Reduksi Historis dan Generalisasi Sosiologis
Menyederhanakan HMI sebagai entitas yang "tidak tumbuh dari bawah" adalah bentuk pemalsuan sejarah.
HMI didirikan tahun 1947 ditengah situasi penjajahan oleh mahasiswa dari kalangan rakyat biasa yang ingin mengisi kemerdekaan dengan ilmu dan iman.
HMI tidak tumbuh dari satu kultur lokal, melainkan dari pergulatan nasionalisme dan keislaman yang plural. Apakah perjuangan itu bukan "dari bawah"?
2. HMI dan Akar Sosial
HMI memang aktif di kampus-kampus besar, tetapi kaderisasinya menyentuh seluruh lapisan termasuk petani, pelajar, buruh, santri, hingga masyarakat pinggiran.
Basis HMI di berbagai daerah, termasuk pelosok Sulawesi Selatan seperti Wajo, adalah bukti bahwa HMI bekerja dan berpihak pada realitas masyarakat secara konkret, bukan hanya narasi.
3. Klaim Romantisme: Identitas atau Inferioritas?
Mengklaim "tumbuh dari bawah" bukanlah bukti superioritas jika tidak dibarengi kerja intelektual dan kontribusi nyata terhadap bangsa.
HMI tidak sibuk mendefinisikan diri berdasarkan “di mana tumbuh”, tetapi sibuk bekerja pada untuk apa hadir.
Romantisme tentang “akar rumput” kadang adalah cara menyembunyikan ketertinggalan dalam kualitas dan visi gerakan.
Mengapa HMI Tidak Terlalu Menggubris?
HMI Cabang Wajo tidak terpancing emosional karena membaca kualitas intelektual dari cara seseorang berbicara. Jika kritik disampaikan dengan argumentasi akademik maka lawannya berdialektika. Tapi jika narasi dibangun dengan insinuasi dan glorifikasi sepihak, maka cukup menjawab dengan kerja nyata.
Telah di sadari bahwa sosok yang menyampaikan pernyataan ini adalah bagian dari elit politik yang justru pernah berada dalam pusaran oligarki. Mungkin, pengalaman pribadi beliau yang "tidak tumbuh dari bawah" justru sedang diproyeksikan ke pihak lain.
HMI tidak sedang berlomba dalam panggung retorika sektarian tetapi sedang bekerja dalam sunyi, membina kader, membangun wacana, dan terlibat dalam advokasi isu rakyat secara nyata.
HMI Cabang Wajo menilai bahwa pernyataan Cak Imin lebih mencerminkan kegagalan membaca peta sosial-politik Indonesia hari ini. Polarisasi sempit antara “bawah” dan “atas” justru membatasi energi kolaboratif gerakan mahasiswa Islam.
HMI tidak perlu klaim tumbuh dari mana tetapi tumbuh untuk Indonesia.
"Dari manapun kita tumbuh, mari berakar untuk keadilan, berbuah untuk kemanusiaan."
HMI, Tetap Jaya Dalam Iman, Ilmu dan Amal (Why)
HMI Cabang Wajo
Ketua Umum: Edil Adhar
Ketua Bidang PTKP: Wahyudi
0Komentar