Prof. Idrus Al Hamid
Guru Besar IAIN Fattahul Muluk Papua
Suara Minor Cendekia Poros Intim
Disaat dunia mengalami pancaroba, disaat yg sama, setiap wilayah diberbagai penjuru dunia berupaya beradaptasi dengan fenomena alam yg berdampak terhadap kehidupan umat manusia berbentuk wabah, gempa, kebakaran dan bencana alam lainnya. Jika di renungi dapat di pastikan bahwa "hukum kausalitas" (baca: sebab akibat) berasal dari ulah manusia itu sendiri artinya untuk keperluan yg dapat diukur guna kelangsungan hidup manusia itu sendiri namun mereka merusak alam demi mengejar pundi dinar tanpa memahami ada keseimbangan di "alam raya" ini telah ditetapkan dengan hukum kausalitas oleh sang pencipta.
Manusia sebagai khalifah dibumi setidaknya memahami hal demikian dan berupaya memelihara ekosistem darat, laut dan udara sebagai bagian dari ketentuan yg telah ditetapkan guna kelangsungan hidup manusia itu sendiri yang harus dipelihara.
Saat ini kapitalisme atas nama kemajuan peradaban mengeksploitasi alam jagat raya demi kepentingan ekonomi korporasi tanpa mempertimbangkan dampak bencana yang merugikan kehidupan manusia. Perhatikan Eropa, Amerika, Timur Tengah dan Asia Timur Jauh mengalami berbagai bencana akibat ulah manusia itu sendiri. Perubahan ekosistem tata ruang perkotaan melahirkan polarisasi struktur kehidupan sosial yang berakibat hilangnya keseimbangan alias kapal jadi oleng dan bahkan tenggelam.
Disaat yang sama nusantara disebut negeri "zamrud katulistiwa". Hal ini dikarenakan ekosistem alam jagad raya di "nusantara" masih terpelihara meskipun ada fenomena alam seperti banjir namun masyarakat mampu beradaptasi dan memiliki kesadaran untuk kembali memelihara dan menjaga alam di sekitarnya karena alam di Indonesia raya disebut "tongkat dan batu bisa jadi tanaman". Artinya bangsa yang paham adalah bangsa yang masyarakatnya memiliki sejuta makna dalam balutan ras, khas setiap wilayah dan terkenal di seantero dunia. Hal ini harus disadari oleh setiap anak bangsa bahwa negara yang kuat memiliki ketahanan " pangan" beraneka ragam yang harus dikembangkan dan dipelihara. Jangan menari dengan gendang "naga genut" karena itu akan membuat hati setiap anak negeri terhimpit oleh hayalan dalam lamunan "hidup segan, mati tak mau".
By: Si hitam manis pelipur lara di timur nusantara mengajak kita untuk kembangkan menjaga ketahanan pangan
0Komentar