Oleh: Ach Fatori
(Ketua Bidang Takmir dan Peribadatan Badan Pengelola Masjid Jami’ Al Hijriyah Angsau, Kecamatan Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut, Kalsel)
Hari Raya Idul Fitri selain identik dengan angpao dan mudik lebaran, juga identik dengan tradisi saling memaafkan. Ini adalah Momen silaturahmi dengan keluarga besar, kerabat jauh, teman kerja, hingga sahabat lama yang sudah jarang ketemu. Momentum ini selalu dinanti oleh banyak orang, tertutama bagi mereka yang hidupnya di tanah rantau. Lebaran menjadi waktu yang penuh dengan kehangatan, karena kembali menghubungkan tali silaturahmi setelah cukup lama sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.
Seiring berjalannya waktu, tradisi silaturahmi ini mulai mengalami perluasan cara. Jika dulunya silaturahim hanya dapat dilakukan dengan bertemu langsung untuk kemudian berncengkrama dan saling memaafkan. Saat ini, media sosial menjadi alat tambahan yang memiliki peranan hampir sama. Fenomena ini bukan hal baru, namun fenomena lama namun lebih ramai seiring perkembangan media sosial yang cukup pesat.
Maraknya Ucapan Template
Jika saat ini kita perhatikan di sekitar kita. Jauh-hauh hari lebaran, sudah banyak orang yang menyiapkan pesan ucapan dalam berbagai bentuk, tidak sedikit juga beredar jasa pembuatan pesan ucapan itu. Ada yang berupa kata-kata panjang nan mendayu-dayu hingga berisi doa-doa, ada juga yang menggunakan foto lengkap dengan nama dan jabatannya, hingga ada yang memang secara khusus membuat video ucapan. Fenomena ini dapat dinilai sebagai bentuk antusiasme masyarakat dalam menyambut idul fitri atau lebih banyak dikontruksi melalui symbol dan pencitraan semata?
Saya merasa ada yang berbeda dengan fenomana ini. Pesan template yang harusnya menjadi alat untuk menyampaikan pesan malah justru tidak memiliki makna. Tidak sedikit orang yang sekedar menggunakan fitur broadcast tanpa memperhatikan isi pesan dan siapa yang dikirimnya. Sehingga pesan yang tersampaikan lebih terfokus pada tampilan ucapan daripada esensi sebenarnya. Akibatnya, ucapan yang dikirim tidak lagi menjadi sarana mendekatkan diri, namun sekedar formalitas yang kehilangan maknanya.
Coba kita perhatikan tiap kali lebaran, puluhan bahkan ratusan pesan whatsapp masuk ke smartphone kita yang isinya hampir sama cuma berbeda format. Ada yang berbentuk gambar, video, hingga teks panjang. Akan tetapi, dari sekian banyak pesan itu, ada berapa pesan yang kemudian kita respon? Mungkin sangat sedikit atau bahkan tidak sama sekali. Hal ini mengkonfirmasi teori habitualisasi dalam komunikasi sebagaimana disampaikan Grives dan Thompson, bahwa semakin sering seseorang menerima stimulus yang sama, semakin kecil reaksi emosionalnya terhadap stimulus tersebut. Sehingga, meneirma puluhan hingga ratusan pesan template dengan isi yang serupa, maka membuat orang terbiasa dan akhirnya mengabaikan pesan tersebut.
Makna Ucapan Hari Raya
Kalau kita menocba mengembalikan esensi ucapan hari raya kepada makna aslinya, yaitu untuk membangun Kembali kedekatan dengan yang mungkin sudah sempat jauh. Maka ucapan hari raya melalui pesan template itu masih jauh dari esensinya. Alih-alih menjadi sarana membangun mempererat hubungan sesame, pesan ini kesannya sebatas formalitas saja.
Di momen hari raya idul fitri tahun ini, mungkin saatnya kita mengembalikan makna ucapan hari raya idul fitri ke esensi silaturahmi yang sebenarnya. Tidak ada salahnya sebelum kita mengirimkan pesan ucapan kepada saudara, teman, atau kolega dengan pesan yang lebih personal. Misalnya menyebut nama mereka, menanyakan kabar, hingga menyampaikan ucapan hari raya dengan hal lainnya yang lebih spesifik. Hal ini sebenarnya sederhana. Namun komunikasi kita terasa lebih hangat.
Teori Self-Disclosure menjelaskan hubungan yang erat terbangun melalui keterbukaan dan komunikasi personal. Dengan menunjukkan perhatian khusus terhadap pesan yang kita sampaikan, maka dapat membuka percakapan lebih lanjut, mungkin kita akan mengetahui kabar terbaru dari seorang teman yang sudah lama tidak bertemu, atau mendengar cerita dari saudara yang sedang menghadapi tantangan hidup. Percakapan ini bisa menjadi awal dari hubungan yang lebih erat dan bermakna.
Namun, tidak salah juga jika tetap ingin tetap menggunakan pesan template. Tapi alangkah lebih baiknya jika diawali atau dilengkapi dengan sentuhan pesan personal. Misalkan sebut nama dulu, nanyak kabar, dan dilanjutkan ucapan selamat hari raya. Dale Carnegio, penulis buku How to Win Friends and Fluence People menekankan, dengan menyebut nama sesorang dalam komunikasi, adalah bentuk penghargaan yang paling sederhana namun sangat berarti. Ini jauh lebih bermakna dari sekedar mengirimkan ucapan yang dikirim secara massal.
Mengurangi pesan template bukan berarti mengurangi semangat silaturahmi. Sebaliknya, ini justru bisa menjadi cara untuk mengembalikan makna asli dari ucapan Hari Raya. Dengan memberikan perhatian lebih kepada orang-orang terdekat, kita bisa menciptakan komunikasi yang lebih bermakna dan tidak sekadar seremonial. Sebagaimana pendapat ahli komunikasi dan sosiologi, Albert Mehrabian, bahwa hubungan interpersonal yang efektif tidak hanya bergantung pada kata-kata, tetapi juga pada emosi dan ketulusan yang disampaikan.
Lebaran bukan hanya tentang ucapan, tetapi juga tentang kebersamaan, meski hanya melalui pesan singkat. Mari mulai kembali kebiasaan baik ini dengan menyapa lebih personal, karena sebuah ucapan yang tulus akan selalu lebih berkesan daripada seribu pesan template yang dikirim tanpa perasaan.
0Komentar