GpGiTSWiBSCpBSA6BSriTfdoGd==
Light Dark
PAMAN WARUNG ITU TELAH TIADA

PAMAN WARUNG ITU TELAH TIADA

×

IKN-Tanah Laut. Hari ini Jumat, 29 Nopember 2024, Saat Saya baru berdiri mau melangkahkan kaki setelah selesai melaksanakan sholat sunat Qabliah Jumat di Masjid Al Azhar, tiba-tiba Saya diberitahu oleh seorang Jemaah Masjid, Bapak Noor Arifin atau Paman Warung biasa kami memanggil almarhum, nama itu lebih familiar di kalangan pegawai Kantor Bappeda dan DPUPRP Tanah laut, telah berpulang ke rahmatullah sebelum azhan jumat, setelah beberapa bulan menderita sakit, dan beberapa hari yang lalu kondisinya terus menurun dalam perawatan di ICU RSUD H Boejasin Pelaihari. 

Jika seseorang telah wafat, maka selesailah urusannya dengan dunia ini, kecuali tiga hal, yakni ilmu yang bermanfaat dan diajarkan kepada orang lain, amal jariah dan anak yang soleh yang terus-menerus mendoakan orang tuanya. Jika telah wafat, kita harus merelakannya untuk pergi menemui sang Pencipta. Keluarga si meninggal, tidak boleh tenggelam dalam kesedihan, karena setiap orang pasti akan mati. Karena itu, jika anak-anak dan isteri si mati telah hadir, maka kaum kerabat yang lain tak perlu ditunggu lama-lama. Jenazah akan segera dimakamkan. ini adalah filosofi ajaran Islam bahwa jasad manusia berasal dari tanah. Karena itu, kembali ke tanah seperti semula. 

Sejak Saya mendengar berita duka itu, Saya sungguh merasa sedih, terharu dan berpikir panjang. Rupanya, hari ini berakhirlah kisah perjalanan seorang anak manusia, setelah melalui lautan perjalanan hidup yang cukup panjang. Dia Paman Warung biasa kami memanggilnya wafat dalam usia 74 tahun. Pak Noor Arifin yang Saya kenal, memang orang baik, sederhana dan bersahaja. Pada waktu Saya bertugas sebagai Sekretaris Bappeda Tanah laut, almarhum sudah lama membuka warung kecil di belakang Kantor Bappeda Tanah laut, setiap pagi beliau menyiapkan minuman teh hangat selalu tersedia di atas meja kami, beberapa kali warung kecil beliau di perbaiki sampai ada seorang dermawan Pak Soleh namanya karyawan Bappeda yang membangunkan warung kecil beliau menjadi warung yang layak, di bawah pohon bambu dan sebagian dikelilingi oleh pohon pisang pinurun, dibelakang warung beliau terlihat indahnya pemandangan sungai Minatirta, warung kecil sederhana itu sekarang telah tiada, kena penggusuran seiring dengan penataan dan pembenahan kanan kiri bantaran sungai minatirta setahun yang lalu, warung kecil almarhum dibuatkan dengan design minimalis tepat di pinggir jogging track belakang kantor Bappeda Tanah laut, Almarhum pernah bercerita beliau berasal dari Kelayan Kota Banjarmasin, dipinggiran sungai Kelayan tepatnya di Belakang Hotel Roditha Banjarmasin, yang sekarang perkampungan tersebut sudah tidak ada lagi akibat normalisasi sungai Kelayan .

Beginilah rupanya akhir perjalanan hidup di dunia yang fana ini. Semua orang, semua kita akan pergi seperti Pak Noor Arifin, tidak peduli apakah dia kaya atau miskin, berpendidikan atau tidak, punya jabatan dan nama yang masyhur atau bukan. Hidup ternyata terlalu singkat, walau terkadang kita merasakannya terlalu panjang. Saya teringat ketika mendengar ceramah membahas masalah waktu. Usia 74 tahun seperti Pak Noor Arifin, mungkin sudah terlalu panjang dibandingkan rata-rata usia harapan hidup orang Indonesia. Namun dalam pandangan para Malaikat, usia Pak Noor Arifin mungkin hanya sekejap mata. Ada Malaikat yang setiap hari turun naik dari langit ke bumi membawa rahmat Allah. Namun dijelaskan dalam keyakinan agama, bahwa satu hari malaikat turun-naik itu adalah sama dengan seratus ribu tahun dalam persepsi manusia di dunia fana ini. Kalau begitu ukurannya, maka tentulah di mata para malaikat, Pak Arifin hidup hanya sekejap, begitu juga orang lain. Lalu Saya teringat akan seekor belalang yang hidup di pohon nangka. Warna sayapnya mirip daun nangka yang masih muda. Konon, menurut para ahli biologi, belalang itu hidup tidak lebih dari 24 jam, dan kemudian mati. Waktu Saya kecil, Saya berkata di dalam hati: kasihan sekali dengan belalang ini, usianya begitu pendek. Tetapi, kalau ingat tentang turun-naiknya malaikat tadi, mungkin para malaikat akan berkata: kasihan sekali melihat manusia, hidup mereka pendek sekali. Sehari kami turun naik dari langit ke bumi, telah jutaan manusia lahir dan mati. Persepsi tentang waktu nampaknya berbeda di antara makhluk ciptaan Allah. Cukup panjang bagi belalang nangka, sangat pendek bagi manusia. Sangat panjang bagi manusia, terlalu pendek bagi para malaikat

Kematian Pak Noor Arifin, Paman Warung itu, makin menyadarkan Saya bahwa suatu ketika Sayapun akan dikuburkan orang seperti beliau. Semua hanyalah masalah waktu belaka. Kalau memang demikian keadaannya, Saya berpikir, untuk apalah terlalu “ngotot” dalam kehidupan yang fana ini. Tentu kita ingin berbuat amal-kebajikan sebanyak mungkin selama kita hidup, agar bukan saja bermanfaat bagi sesama manusia dan sesama makhluk, tetapi juga sebagai bekal menjalani kehidupan akhirat kelak. Namun, meskipun kita selalu berniat dan beriktikad baik, dalam kenyataan kita sungguh-sungguh mewujudkannya dengan segenap kemampuan, belum tentu baik juga dalam pandangan manusia-manusia yang lain. Hidup manusia dipenuhi oleh perasaan hasad, iri hati, dengki, curiga dan salah paham. Namun itulah kenyataan hidup yang tak dapat ditolak. Seribu kebaikan yang kita lakukan, terasa hampir tak berbekas, alangkah mudahnya dilupakan orang. Namun satu saja kesalahan yang mungkin telah kita perbuat, akan dihujat setiap hari, mungkin pula kesalahan itu akan dikenang orang sepanjang masa. Apalagi sekarang kita sedang hidup di alam penuh kebebasan berekspressi dan kebebasan menyatakan pikiran dan pendapat. Kita tengah hidup di alam demokrasi dengan segala macam tingkat pemahaman dan penafsirannya.

Kalau demikian, haruskah kita berhenti berniat dan beriktikad baik dan berbuat baik di alam nyata? TIDAK. Seringkali orang tidak menyadari kebaikan dan juga kebenaran. Mereka baru menyadarinya jauh di belakang hari. Bahkan terasa sudah begitu terlambat. Kebaikan tetaplah kita lakukan demi kebaikan itu sendiri, agar kita ikhlas dalam beramal dan batin kita merasa terpuaskan. Kepuasan batin itu penting, walau kenyataan hidup seringkali terasa menyakitkan. Kalau kita banyak berbuat baik kepada orang lain, lebih baik kita melupakannya. Tetapi kalau orang lain berbuat baik kepada kita, wajiblah kita terus mengingat-ingatnya. Semoga Saya, menjadi orang yang pandai menghargai segala kebaikan orang lain, dan memaafkan setiap kesalahan dan kekhilafan. ( Dnr )

0Komentar