IKN-Ambon – Sekretaris Wilayah Keluarga Besar Pelaku Usaha Muslim (KBPUM) Provinsi Maluku, Abusagir Mahulette, menegaskan bahwa perjuangan Maluku sebagai Provinsi Kepulauan dan upaya serius dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan dua pilar mutlak untuk melepaskan Maluku dari jebakan ketergantungan fiskal serta praktik pinjaman daerah yang berpotensi memberatkan masa depan pembangunan.
Menurutnya, ketergantungan yang terlalu besar pada transfer pusat membuat ruang fiskal daerah semakin sempit dan menghambat kemandirian ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan terobosan strategis yang berpijak pada kekuatan lokal.
Sebagai solusi strategis, Abusagir mendorong penerapan strategi “tiga tungku”, yakni pemerintah daerah, pelaku usaha/UMKM, dan lembaga keuangan, sebagai fondasi kolaborasi pembangunan ekonomi Maluku. Pemerintah daerah berperan sebagai regulator dan fasilitator kebijakan yang berpihak pada ekonomi rakyat, pelaku UMKM sebagai penggerak utama ekonomi lokal berbasis potensi kepulauan, sementara lembaga keuangan diharapkan hadir dengan skema pembiayaan yang adil, mudah diakses, dan tidak mencekik pelaku usaha kecil.
Ia menekankan bahwa jika tiga tungku ini berjalan seimbang dan saling menguatkan, maka Maluku tidak hanya mampu keluar dari ketergantungan fiskal, tetapi juga dapat membangun ekosistem UMKM yang kuat, mandiri, dan berkelanjutan sebagai sumber utama peningkatan PAD dan kesejahteraan masyarakat.
DPW KBPUM Maluku mendesak agar perjuangan Undang-Undang Provinsi Kepulauan segera dimenangkan. Ini adalah harga mati. Karena selama formula Dana Alokasi Umum (DAU) tidak mengakomodasi faktor laut dan biaya logistik yang tinggi di Maluku, kita akan terus terpaksa mengambil utang," tegas Mahulette. Ia menambahkan bahwa UU ini akan menjadi fondasi bagi keadilan anggaran yang sejati.
Menurutnya, ketergantungan yang terlalu besar pada transfer pusat membuat ruang fiskal daerah semakin sempit dan menghambat kemandirian ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan terobosan strategis yang berpijak pada kekuatan lokal.
Abusagir melihat teknologi sebagai solusi cepat untuk mengatasi masalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang rendah dan inefisiensi transaksi. Ia secara khusus mendorong Pemda Maluku untuk mempercepat pemerataan digitalisasi, terutama melalui QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard).
"Digitalisasi UMKM dengan QRIS itu bukan sekadar tren, tapi strategi fiskal. Ketika semua transaksi terekam, Pemda secara otomatis bisa memungut Pajak Hotel dan Restoran (PHR) secara akurat. Ini akan mendongkrak PAD secara transparan dan signifikan, menutup celah kebocoran anggaran yang selama ini terjadi", jelasnya.
Selain itu, ia juga menekankan bahwa data transaksi digital akan mempermudah UMKM, termasuk pelaku-pelaku usaha, mendapatkan akses modal dari BPD Maluku karena mereka memiliki rekam jejak digital yang terpercaya.
Terakhir, KBPUM menekankan pentingnya pembangunan berbasis potensi lokal yang berkelanjutan. Mahulette meminta agar Pemda serius memperkuat kedaulatan adat sebagai modal ekonomi.
"Pengakuan resmi Petuanan dan penguatan Hukum Sasi harus dipercepat. Sasi adalah mekanisme konservasi yang paling efektif dan model blue economy kita. Jika Sasi diperkuat, kita bisa memastikan keberlanjutan hasil laut dan mengembangkan ekowisata berbasis komunitas, yang menjadi sumber pendapatan lestari bagi rakyat", tutup Abusagir, yang berkomitmen DPW KBPUM Maluku siap bersinergi dengan Pemprov dalam mengawal transparansi penggunaan anggaran, terutama dana pinjaman, dan mendorong investasi yang berkelanjutan dan berpihak pada masyarakat lokal. (IML)

0Komentar