GpGiTSWiBSCpBSA6BSriTfdoGd==
Light Dark
Pemerintah Pusat Abaikan Maluku Sebagai Wilayah Kepulauan

Pemerintah Pusat Abaikan Maluku Sebagai Wilayah Kepulauan

×

IKN-Ambon – Dewan Pimpinan Wilayah Keluarga Besar Pelaku Usaha Muslim (DPW KBPUM) Provinsi Maluku menggelar dialog BACARITA MALUKU dengan sorotan tema "Urgensi Pemotongan Dana Transfer Daerah (TKD) dan Dampak Terhadap Pembangunan Daerah Maluku" menuai perhatian publik.

Sambutan Ismail M. Lussy selaku Ketua Wilayah DPW KBPUM Provinsi Maluku, menyayangkan kebijakan pusat yang belum berpihak pada karakter kepulauan Provinsi Maluku, rabu (19/11/25).

Ismail M. Lussy mengatakan dalam pembukaan Dialog, Maluku dikenal sebagai salah satu provinsi paling unik di Indonesia, bukan karena besarnya daratan, melainkan karena dominasi wilayah laut yang mencapai 92,4% dibanding luas daratan yang hanya 7,6%. Fakta geografis ini seharusnya menempatkan Maluku sebagai model pembangunan berbasis kepulauan (archipelagic - based development). Namun, hingga hari ini, kebijakan pemerintah pusat masih cenderung berorientasi daratan, sehingga kebutuhan strategis masyarakat Maluku sebagai daerah kepulauan kerap terabaikan.

Yang pertama, kebijakan alokasi anggaran pusat masih belum proporsional dengan tantangan geografis Maluku. Distribusi logistik, pelayanan publik, hingga pembangunan infrastruktur membutuhkan biaya jauh lebih tinggi di wilayah kepulauan yang tersebar dibanding provinsi kontinental. Sayangnya, formula anggaran nasional belum sepenuhnya mengakomodasi realitas tersebut. Akibatnya, pembangunan konektivitas antar-pulau berjalan lambat, harga bahan pokok sering melambung dan pelayanan kesehatan maupun pendidikan tidak merata di pulau-pulau kecil.

Kedua, kebijakan sektor transportasi nasional juga kurang berpihak. Maluku membutuhkan jaringan laut yang terstruktur dan reguler, dengan pelabuhan yang memadai di berbagai titik strategis. Tetapi pembangunan pelabuhan dan kapal penyeberangan sering kali tidak mendapat prioritas. Pemerintah pusat lebih fokus pada jalan tol dan kereta api, padahal dua sektor ini tidak relevan sebagai tulang punggung mobilitas masyarakat kepulauan. Akibatnya, banyak wilayah di Maluku masih terisolasi, tergantung pada cuaca atau hanya dilayani kapal-kapal kecil yang tidak aman dan tidak layak operasi.

Ketiga, potensi ekonomi kelautan yang sangat besar di Maluku belum dikelola secara optimal. Laut yang begitu luas seharusnya menjadi sumber kemakmuran, baik melalui perikanan, budidaya laut, maupun industri maritim. Namun kebijakan pusat sering berhenti pada wacana tanpa eksekusi yang konsisten. Sentra perikanan, fasilitas cold storage dan industri hilir perikanan tidak berkembang secara merata. Paradigma pembangunan nasional masih menjadikan provinsi daratan sebagai pusat ekonomi, sementara wilayah kepulauan tetap berada di pinggiran.

Keempat, secara politik dan administratif, Maluku juga belum diperlakukan sebagai provinsi kepulauan yang memiliki kekhususan. Padahal, daerah dengan karakteristik khusus seharusnya memiliki kerangka regulasi khusus pula. Hingga kini, RUU Daerah Kepulauan yang dapat memberi afirmasi fiskal dan kewenangan tambahan belum benar-benar direalisasikan. Tanpa kebijakan afirmatif, Maluku akan terus mengalami ketimpangan struktural yang sulit diputus.

Karena itu, pemerintah pusat perlu harus memiliki perhatian dalam cara pandang terhadap Provinsi Maluku. Pembangunan tidak bisa disamaratakan dengan provinsi lain yang bercorak daratan. Maluku membutuhkan kebijakan yang berbasis laut, memperkuat konektivitas maritim, meningkatkan kapasitas pelayanan publik di pulau-pulau kecil, serta mengutamakan pengembangan ekonomi kelautan. kebijakan pusat tidak selaras dengan karakter geografisnya.

Menurut Ismail M. Lussy dengan memahami Maluku sebagai provinsi lautan dengan daratan yang sangat terbatas, pemerintah pusat seharusnya menempatkannya sebagai poros pembangunan maritim Indonesia. Ketika kebijakan benar-benar disesuaikan dengan realitas 92,4% laut dan 7,6% daratan, barulah Maluku dapat bergerak maju sebagai provinsi kepulauan yang berdaya saing, sejahtera dan terhubung satu sama lain. (IML)

0Komentar