IKN-Jayapura – Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua memberikan klarifikasi terkait video pemusnahan mahkota burung cenderawasih yang viral di media sosial dan menimbulkan kemarahan masyarakat Papua. Kepala BBKSDA Papua, Johny Santoso Silaban, menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Papua atas tindakan pemusnahan cenderawasih opset dan mahkota burung cenderawasih yang dilakukan pada senin (20/10/25).
“Kami menyadari bahwa tindakan tersebut menimbulkan luka dan kekecewaan di hati masyarakat Papua. Dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, kami menyampaikan permohonan maaf yang tulus”, ujar Johny Silaban dalam keterangan resmi di Jayapura, Rabu (22/10/25).
Ia menegaskan, langkah pemusnahan dilakukan semata-mata untuk menegakkan hukum dan memutus rantai perdagangan ilegal satwa liar dilindungi bukan untuk melecehkan nilai budaya dan jati diri masyarakat Papua. “Tindakan ini tidak dimaksudkan untuk mendiskreditkan budaya masyarakat Papua. Justru kami ingin menjaga kelestarian serta kesakralan burung cenderawasih sebagai simbol identitas masyarakat Papua”, ujarnya.
Johny menjelaskan, kegiatan pemusnahan tersebut merupakan bagian dari Patroli dan Pengawasan Terpadu terhadap peredaran tumbuhan dan satwa liar (TSL) ilegal serta tindak pidana kehutanan (Tipihut) di Provinsi Papua.
Operasi ini dilaksanakan selama tiga hari, sejak 15–17 Oktober 2025, di wilayah Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom, melibatkan 74 personel lintas instansi, antara lain kepolisian, TNI, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Papua, Balai Karantina serta otoritas pelabuhan dan bandara.
Dalam operasi tersebut, tim berhasil mengamankan 58 ekor satwa liar dilindungi dalam keadaan hidup serta 54 opset satwa atau bagian tubuhnya dalam keadaan mati yang dijual di toko-toko. Barang bukti itu meliputi tiga opset burung cenderawasih kecil (paradisaea minor), 8 mahkota burung cenderawasih kecil dan 9 aksesori berbahan bulu cenderawasih, seperti sisir dan tusuk konde.
Menurut Johny, pemusnahan dilakukan sesuai Permen LHK Nomor P.26/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2017 tentang Penanganan Barang Bukti Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang mengatur bahwa barang bukti tertentu harus dimusnahkan.
Adapun keputusan tersebut diambil berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain:
- Hasil kesepakatan bersama tim patroli terpadu.
- Permintaan kelompok masyarakat pemilik benda agar tidak disalahgunakan, dan
- Upaya nyata memutus rantai perdagangan ilegal satwa dilindungi, khususnya burung cenderawasih.
“Upaya ini justru untuk menjaga kelestarian dan kesakralan burung cenderawasih di habitat aslinya. Dengan melindungi cenderawasih, kita juga menghormati warisan budaya dan kekayaan hayati bangsa Indonesia”, tegasnya.
Menutup pernyataannya, BBKSDA Papua mengajak seluruh tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama serta pemerintah daerah untuk bersama-sama menjaga kelestarian burung cenderawasih sebagai simbol kebanggaan masyarakat Papua.
“Kami mengajak seluruh tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama serta pemerintah daerah untuk bersama-sama menjaga kelestarian burung cenderawasih sebagai simbol kebanggaan masyarakat Papua”, pungkas Kepala BBKSDA Papua, Johny Santoso Silaban. (Kris)

0Komentar