Dengan semangat membara, mahasiswa dari berbagai organisasi seperti GMKI, HMI, PMKRI, GMNI dan PMII ini diterima langsung oleh Ketua DPRD Papua, Denny Hennry Bonai, beserta jajaran anggota dewan. Namun, kehadiran mereka bukan untuk sekadar bersalaman, melainkan untuk menyampaikan pesan yang tak bisa lagi diabaikan.
Ficky Frangky Kastela, Koordinator Lapangan Umum aksi damai, dengan lantang membacakan tuntutan yang menjadi inti dari aksi ini:
- Usut tuntas tanpa tedeng aling-aling: mendesak DPRD Papua untuk menginisiasi investigasi yang transparan, profesional dan akuntabel terhadap setiap kasus represif dan kriminalisasi, terutama pembunuhan yang dilakukan oleh aparat keamanan di tanah Papua. Tak ada lagi yang boleh ditutupi, kebenaran harus diungkap sejelas-jelasnya.
- Hukum seberat beratnya: menuntut agar semua pihak yang terbukti bersalah, tanpa terkecuali, dihukum seadil-adilnya. Jangan biarkan impunitas terus merajalela, hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
- Evaluasi total aparat: meminta DPRD Papua dan Kapolda Papua untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap cara aparat keamanan menangani aksi demonstrasi. Pendekatan represif harus ditinggalkan, dialog dan penghormatan terhadap hak sipil adalah kunci.
- Sentuh hati, bukan kekerasan: mendorong DPRD Papua dan pemerintah daerah untuk menghentikan pendekatan militeristik yang semakin menguat di tanah Papua. Sentuh hati masyarakat dengan pendekatan harmonis yang menghargai budaya setempat.
"Kami datang bukan untuk membuat keributan, tapi untuk menyuarakan kebenaran. Cukup sudah air mata yang tumpah di tanah Papua, saatnya keadilan ditegakkan", ujar Kastela dengan nada penuh harap.
Aksi damai ini bukan hanya tentang tuntutan, tapi juga tentang harapan. Harapan akan Papua yang lebih baik, di mana keadilan menjadi panglima dan represi hanya menjadi kenangan buruk. Semoga suara mahasiswa ini didengar, bukan hanya oleh DPRD Papua, tapi oleh seluruh bangsa Indonesia. (Kris)
0Komentar