GpGiTSWiBSCpBSA6BSriTfdoGd==
Light Dark
Refleksi KKN Nusantara 2025: Perjalanan Mahasiswa Difabel Menuju Transformasi Sosial dan Inklusi Komunitas

Refleksi KKN Nusantara 2025: Perjalanan Mahasiswa Difabel Menuju Transformasi Sosial dan Inklusi Komunitas

×

Refleksi

Akbar Ariantono Putra
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga


Selama sepekan, saya tidak henti-hentinya bersyukur. Ekspektasi yang awalnya buruk kini berubah menjadi pengalaman yang manis. Prasangka yang sering menghantui perlahan memudar, tergantikan oleh kegembiraan dan semangat untuk maju secara kolektif.

Pada senin, 7 Juli 2025, kami menghadiri pelepasan KKN Nusantara dan KKN Berdampak yang berlangsung di pelataran Gedung Rektorat Baru UIN Sunan Kalijaga. Acara tersebut digelar dengan meriah, dengan lautan manusia memenuhi lokasi dari sudut ke sudut. Almamater hijau UIN Sunan Kalijaga mendominasi kerumunan, mengingat tahun ini kampus kami dipilih sebagai tuan rumah KKN dengan tema "Merawat Ekoteologi, Membangun Negeri".

Kepadatan peserta, koper, dan tas membuat saya kesulitan menemukan kelompok saya. Dalam hal ini, PLD (Pusat Layanan Difabel) yang biasanya mendampingi tidak berperan banyak, karena mereka lebih dilibatkan sebagai panitia di atas panggung. Saya merasa kecewa; saya bukan tidak mandiri, tetapi terbayang bagaimana jika situasi ini dihadapi oleh penyandang disabilitas fisik. Jika koordinasi antar individu yang tidak saling kenal saja sudah sulit, bagaimana jika mereka berada dalam posisi yang lebih terpinggirkan?

Beruntung, saya sudah menyimpan kontak beberapa anggota kelompok. Dengan cepat, saya menghubungi salah satu dari mereka melalui video call untuk menunjukkan posisi saya. Dalam waktu kurang dari sepuluh menit, teman saya datang dan memandu saya menuju lokasi kelompok. Namun, kekecewaan kembali muncul ketika sepanjang acara, volume dan setelan speaker tidak optimal, sehingga saya kesulitan mendengar sambutan dari pimpinan rektorat. Hingga akhir acara, kelompok kami baru berkumpul empat orang karena saling mencari, dan akhirnya diputuskan untuk bertemu di lokasi posko.

Setibanya di lokasi, kantor kecamatan menjadi tujuan kami, di mana apel serah terima peserta KKN Nusantara dilaksanakan pada pukul 14.00 di Kalibawang, Kulon Progo. Atmosfer optimisme sangat terasa ketika peserta apel mendengarkan sambutan dari Bapak Panewu oleh komandan upacara.

Apel selesai menjelang waktu Ashar. MC mengarahkan peserta untuk berkumpul sesuai kelompok. Kelompok 6 akhirnya berkumpul dua belas orang dari total tiga belas. Salah satu anggota menggunakan motor pribadi dan akan menyusul ke lokasi posko beberapa jam kemudian. Dua belas orang ini melanjutkan perjalanan menuju lokasi posko yang telah ditentukan.

Sesampainya di lokasi, prioritas kami adalah membersihkan ruang tamu. Rumah posko yang akan kami tempati besar dan terdiri dari berbagai ruang, termasuk beranda, ruang tamu, garasi, dapur, serta tiga kamar tidur. Kerja bakti besar-besaran direncanakan untuk esok paginya.

Sore itu, Bu Ica, Dosen Pembimbing Lapangan, mengunjungi posko untuk memperkenalkan diri dan memberikan arahan. Beliau menekankan pentingnya solidaritas dalam melaksanakan program kerja dan aktivitas harian. Kunjungan beliau tidak berlangsung lama, mengingat waktu yang semakin mendekati magrib.

Usai magrib, satu anggota datang, sehingga lengkaplah kelompok 6 dengan tiga belas orang. Mengingat undangan dari Bapak Dukuh untuk hadir dalam musyawarah warga, kami bersiap-siap. Rapat singkat diadakan untuk perkenalan dan hal-hal yang perlu dibahas saat musyawarah.

Syukurlah, sambutan dari warga sangat ramah. Mereka menerima kami dengan hangat dan menyuguhkan hidangan, menciptakan suasana musyawarah yang kondusif.

Malam musyawarah menjadi pintu pertama bagi kelompok 6 untuk menyentuh kehidupan warga Semaken 3. Satu per satu anggota memperkenalkan diri, dan warga menyimak dengan penuh perhatian. Di akhir pertemuan, senyum dan harapan terlihat jelas di wajah mereka. Kami pulang malam itu dengan semangat yang mulai menyala, dan kerja bakti besar-besaran dimulai keesokan harinya.

Malam Rabu, kami mengadakan rapat perdana untuk membahas agenda dan pengelolaan keuangan selama KKN. Keesokan harinya, kami melakukan survei ke rumah pemilik posko serta RT dan RW untuk membangun koordinasi. Sore hari, kami mulai mengajar TPA, dan anak-anak datang dengan antusias.

Setelah magrib, kami mengikuti pengajian rutin di masjid Alfalah, yang tidak jauh dari posko. Melalui ceramah tersebut, kami belajar tentang nilai-nilai lokal yang akan menjadi pijakan dalam berkegiatan. Malamnya, kami menghadiri yasinan khusus untuk bapak-bapak, yang menjadi momen silaturahmi yang hangat. Setelah yasinan, rapat ketiga diadakan untuk menentukan langkah konkret hasil musyawarah. Keesokan harinya, kami bertemu dengan ibu dukuh yang mewakili PKK, di mana diskusi berjalan akrab.

Sabtu pagi, kami melakukan senam bersama ibu-ibu, yang membuat pagi terasa ceria. Kesehatan fisik menjadi fondasi semangat pengabdian. Sabtu sore, kami mengajar TPA kembali, dan interaksi dengan anak-anak menjadi lebih hidup.

Malam Minggu, rapat dengan Karang Taruna menjadi titik penting dalam menyusun kerangka kegiatan Agustusan yang meriah, melibatkan seluruh lapisan warga. Ide-ide bermunculan setelah kami menetapkan susunan panitia.

Sebagai penyandang disabilitas netra, saya merasa dihargai di sini. Meskipun dalam beberapa aspek visual ditemani, saya tetap bersyukur bisa berkontribusi di kelompok 6 ini. Warga Semaken 3 menerima kehadiran saya dengan baik, sama seperti anggota kelompok lainnya. Meskipun ada pertanyaan terkait ketunanetraan saya, saya memahami bahwa itu wajar, mengingat mereka belum pernah menjumpai situasi seperti ini sebelumnya.

Semoga pekan-pekan selanjutnya membawa kebahagiaan dan kemajuan yang baik dengan kehadiran kelompok 6 ini. (MMP)

0Komentar